Pulau Ambalat Dari Titik Konflik Menjadi Zone Sinergi

Pulau Ambalat Dari Titik Konflik Menjadi Zone Sinergi

Oleh : Heru Riyadi, SH.,MH,
Dosen FH. Universitas Pamulang


Jakarta, HarianBerita.ID - Konflik Pulau Ambalat adalah sengketa batas wilayah maritim antara Indonesia dan Malaysia di Laut Sulawesi. Sengketa ini berakar sejak akhir 1960-an ketika Indonesia dan Malaysia melakukan pemetaan landas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) masing-masing.

Penyebab Konflik

Perjanjian 1969: Indonesia dan Malaysia menandatangani Perjanjian Tapal Batas Landas Kontinen, yang menetapkan garis batas landas kontinen di Laut Sulawesi.

Namun, Malaysia kemudian menerbitkan peta baru pada 1979 yang memasukkan Blok Ambalat ke dalam wilayahnya.

Klaim Sepihak Malaysia mengklaim Blok Ambalat berdasarkan peta 1979, sementara Indonesia menolak klaim tersebut dan mengacu pada Perjanjian 1969.

Sumber Daya Alam Blok Ambalat diyakini kaya akan sumber daya minyak dan gas bumi, sehingga menjadi titik sengketa strategis bagi kedua negara.

Upaya Penyelesaian

Perundingan Bilateral: Indonesia dan Malaysia telah melakukan perundingan bilateral untuk menyelesaikan sengketa ini.

Pengaturan Sementara: Kedua negara sepakat untuk menahan diri dari tindakan provokatif di area sengketa dan melakukan pengaturan sementara untuk mencegah eskalasi konflik.

Kerja Sama Eksplorasi: Indonesia dan Malaysia telah sepakat untuk melakukan kerja sama eksplorasi bersama di Blok Ambalat untuk memanfaatkan sumber daya alam secara bersama-sama.

Dampak Konflik

Ketegangan Diplomatik, Sengketa Ambalat telah menyebabkan ketegangan diplomatik antara Indonesia dan Malaysia.
Kerugian Ekonomi, Sengketa ini juga telah menyebabkan kerugian ekonomi bagi masyarakat sekitar, terutama nelayan tradisional Indonesia yang merasa terancam oleh patroli Malaysia.

Peningkatan Keamanan: Indonesia telah meningkatkan kehadiran militer di perbatasan untuk menjaga kedaulatannya.

Setelah bertahun-tahun menjadi sumber ketegangan, Indonesia dan Malaysia akhirnya menemukan jalan tengah dalam persoalan wilayah perairan Ambalat.

Lewat skema Joint Development, kedua negara menyepakati pengelolaan bersama atas kawasan yang selama ini diperebutkan.

Kesepakatan ini tak hanya menyentuh isu batas maritim, tapi juga membuka peluang kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan. Sebuah langkah maju yang layak diapresiasi!

Pendekatan ini menunjukkan bahwa konflik perbatasan tidak selalu harus berakhir dengan ketegangan atau adu klaim yang melelahkan. Alih-alih bersaing, Indonesia dan Malaysia memilih berkolaborasi demi kepentingan bersama.

Selain potensi sumber daya energi di kawasan tersebut, kesepakatan ini juga memperkuat kepercayaan politik dan stabilitas regional. Dalam era global yang penuh dinamika, kerja sama semacam ini menjadi nilai tambah strategis bagi kedua negara.

Kesepakatan Joint Development Ambalat bisa menjadi preseden positif bagi penyelesaian konflik serupa di kawasan lain.

Banyak wilayah di Asia Tenggara yang masih menyimpan potensi sengketa maritim. Jika pendekatan kolaboratif seperti ini berhasil, ASEAN bisa menjadi contoh kawasan dengan penyelesaian damai berbasis keadilan dan kepentingan bersama.

Apresiasi perlu diberikan kepada Bpk Presiden Prabowo dan para diplomat, negosiator, dan pemimpin politik yang telah mendorong terwujudnya kesepakatan ini.

Ke depan, tantangan akan tetap ada dalam hal teknis pelaksanaan dan pembagian keuntungan. Namun dengan semangat kemitraan yang kuat, Ambalat bisa menjadi simbol baru: dari titik konflik, menjadi zona sinergi.

Indonesia Hebat, wajib kita jaga.