Perubahan Cara Masyarakat Mengkonsumsi TV Berita Akibat Teknologi Baru, Berpengaruh Terhadap Industri Media Massa

Jakarta, HarianBerita.ID — Ketidakberdayaan tv berita konvensional mengimbangi teknologi new media semakin terasa. Volume bisnisnya terus menurun, jumlah dan nilai iklan terus berkurang.
Laju industri tv berita konvensional terus melambat. Hal ini bukan semata-mata kalah cepat dari kemampuan aneka platform global yang lebih dulu mempublikasikan informasi.
Perubahan cara masyarakat mengkonsumsi tv berita akibat teknologi baru, berpengaruh secara signifikan bagi roda industri media massa terutama tv berita konvensional.
Dari sisi teknologi, tv berita konvensional memang tidak memiliki instrumen untuk mampu bersaing dengan platform global berbasis internet.
Hal ini menjadi topik diskusi pada pengukuhan pengurus Asosiasi Media Konvergensi Indonesia, di Jakarta Internasional University, Senin 30 juli 2025.
Dalam acara itu dibahas tentang bagaimana media massa konvensional menatap massa depan melalui konvergensi. Hadir sebagai pembicara, praktisi media massa sekaligus Dosen Komunikasi Fisip Uhamka, Taufan Hariyadi dan pengamat media digital, Rulli Nasrullah.
Bertindak selaku moderator praktisi komunikasi,wartawan senior, dosen komunikasi yang juga Komisi Bidang Luar Negeri AMKI Pusat, Algooth Putranto.
Menurut Taufan Hariyadi, tv berita konvensional kian sulit menghadapi media baru berbasis internet karena masih bersifat stickines, sementara media baru bersifat spreadable.
“Konten tv berita konvensional itu sifatnya stickiness, audiens hanya pasif pada satu platform. Sementara palform global berbasis internet, kontennya spreadable atau bisa disebarluaskan. Nah karakter audiens media massa saat ini adalah agen spreadable," ujar Taufan.
Teknologi media baru saat ini memberikan jalan lebar bagi audiens untuk bertindak bukan hanya jadi konsumen tetapi juga produsen sebuah konten.
Pada tv berita konvensional, audiens tidak memiliki engeagement pada media yang bersifat stickiness.
Perubahan karakter audiens media massa saat ini juga dilihat oleh Pakar Media Digital, Rulli Nasrullah.
Dia mengingatkan media massa konvensional harus mengikuti gaya new media saat akan membuat konten di platform itu.
“Nah teman-teman redaksi media konvensional masih menggunakan gaya konvensional saat membuat produk jurnalistik di media baru. Padahal gaya kemasan konten di media baru tidak sama dengan gaya kemasan di media konvensional,” jelasnya.
Perbedaan mendasar secara teknologi antara media konvensional seperti tv berita dengan media baru berbasis internet berdampak pada pudarnya popularitas tv berita konvensional. Pada gilirannya tv berita konvensional menjadi second screen bagi audiens.
“Tv berita itu akan jadi second screen saja bagi audiens, ini mendorong tv berita menjadi lembaga validasi atau sebuah informasi. Awak redaksi TV berita sudah harus bekerja dengan budaya konvergensi, multikonten untuk multiplatform dengan tools yang terkoneksi aneka platform lain. Karena if it doesn't work mobile, it doesn't work”, Ujar Taufan Hariyadi.
Taufan berpandangan, newsroom tv berita hari ini harus menjadi sebuah hub yang menghubungkan new media sebagai saluran distribusi kontennya.
Dengan demikian newsroom tv konvensional akan menjadi newskestra room dengan produk multikonten untuk multiplatform sekaligus.
Para pembicara dalam seminar Asosiasi Media Konvergensi Indonesia sepakat, memperbincangkan new media melawan media konvensional adalah diskusi yang sudah usang. keduanya harus diletakan pada sebuah ekosistem media massa.
New media bukan lagi dipandang sebagai musuh tetapi perpanjangan distribusi konten untuk menjaring ceruk baru, audiens baru.
“Hari ini konten media tak lagi diciptakan untuk dikonsumsi diam-diam, tetapi untuk didiskusikan, diubah, dan dibagikan. Maka di masa depan, konten TV berita harus dirancang untuk bisa menyebar bukan hanya ditonton. If it doesn't spread, it's dead," tambah Taufan Hariyadi pada penutupnya.